DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS
A.
Hadist
Sebagai Sumber Ajaran Islam
Allah telah menurunkan
Islam sebagai penutup agama samawi (langit). Untuk itu, Allah telah menurunkan
Rosulullah dengan Al-Qur’an sebagai mu’jizat agung dan sebagai hujjah (dasar)
segala kebutuhan. Adapun selain Al-Qur’an, ada dari Rosulullah baik perkataan
ataupun perbuatan yang sering kita sebut sebagai hadist yang memberikan
penjelasan tentang apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan perincian terhadap isi
yang masih global.
Di dalam
al-Qur'an sendiri kita dapati perintah-perintah, akan tetapi tidak disertakan bagaimana pelaksanaannya,
seperti misalnya perintah shalat, puasa dan sebagainya. Dalam hal yang demikian ini tidak lain kita harus melihat kepada hadits.Namun demikian, hadist juga merupakan wahyu dari
Allah SWT. Terkadang hadist juga merupakan hasil ijtihad Rosul yang juga
tercermin dari wahyu. Seperti yang terdapat dalam QS.An-Najm :3-4 berikut :
Dalam
QS.An-Nisa : 59
B.
Dalil-dalil kehujjahan hadist
Yang
dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang
wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan
Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Menurut
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh Al-Islami, orang yang pertama
kali berpegang dengan dalil-dalil ini diluar ‘ijma adalah Imam Asy-Syafi’I (w.
204 H) dalam kitabnya Ar-Risalah dan Al-Umm.
Menurut
ulama ushul fiqh hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
muhammad baik ucapan,perbuatan,maupun ketetapan yang dapat dijadikan dalil
hukum shara’. Oleh karena itu produk hadis ditempatkan sebagai sumber hukum
islam setelah al-quran. Dalil yang menjelaskan terdapat dalam QS.al-Nisa:80
Persoalan
yang kemudian muncul,apakah semua perkataan,perbuatan dan ketetapan Nabi
merupakan sumber atau syariah atau bukan.Abd al-Muni’im al-Namr membagi hadist
menjadi dua yaitu hadis syariah(hadis yang secara hukum wajib diikuti oleh kaum
muslimin) dan hadis non syariah(hadis yang secara hukum tidak mengikat untuk di
ikuti oleh kaum muslimin).
Adapun yang termasuk dalam kategori hadis syariah yaitu:
1.
Hadist yang timbul dari nabi dalam posisi dan kedudukannya sebagai
al-tabligh yang harus mengkomunikasikan atau menyampaikan risalah islam kepada umat.
2.
Hadist-hadis yang timbul dari nabi dalam kedudukanya sebagai pemimpin kaum muslimin seperti mengutus tentara, pengelola harta negara, mengangkat hakim
dan sebagainya.
3.
Hadist yang timbul dari nabi dalam kedudukannya sebagai hakim, yaitu ketika nabi menghukum dan menyelesaikan persengketaan
yang terjadi di kalangan umatnya.
Adapun yang
termasuk dalam kategori Non hadist syariah yaitu :
1.
Hadist yang berkenaan dengan kebutuhan setiap manusia pada umumnya seperti makan, minum,tidur dan sebagainya.
2.
Hadist yang yang berkenaan dengan pergaulan dan kebiasaan individu dan masyarakat seperti bercocok tanam, pengobatan, model pakaian dan sebagainya.
3.
Hadist yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat dalam aspek-aspek tertentu, seperti menyebarkan pasukan ke pos-pos tertentu dalam peperangan,
mengatur barisan dan sebagainya.
Islam menempatkan hadist setingkat dibawah
Al-Qur’an, artinya hadist adalah dasar Tasyri’ (penetapan hukum) sesudah
Al-Qur’an yang dikuatkan oleh beberapa dalil.
1.
Dasar
Keimanan
Orang yang beriman kepada Allah haruslah beriman
kepada ke-Rosulan Muhammad SAW dengan menerima apa yang dia bawa.
Dalam QS.Al-An’am :124 Allah berfirman,
Dan untuk meyakinkan bahwa yang disampaikan
Rosulullah berasal dari Allah, ditegaskan kembali QS.An-Nahl : 35,
Setelah tertanam dalam hati tentang kewajban
percaya kepada Rosul, dengan jelas Allah memerintahkan agar kita mengikuti apa
yang dibawa oleh beliau. Seperti dalam QS.Al-A’raf: 158,
2.
Dasar
Al-Qur’an
Kembali kepada Allah nerarti kembali kepada
Al-Qur’an dan kembali kepada Rosul-Nya. Ada dua buah ayat mengenai hal iniyakni
QS.Al-Hasr: 7
QS.An-Nisa’
:65,
3.
Dasar
Hadist
Banyak
hadist yang menunjukkan kita harus mengikuti apa yang didatangkan
Rosulullah :
a)
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik :
“Aku tinggalkan kepadamu dua hal yang jika kalian
berpegang teguh pada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah
dan Sunatullah”
b)
Hadist yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Abi Daud, Ibnu Majah, Tirmizi:
“Wajib atas kamu
mengikuti sunahku dan sunnah khulafa urrasyidin
yang mendapat petunjuk. Berpeganglah pada sunnah itu dan gigitlah dengan
taringmu ( peganglah kuat-kuat ).”
c)
Hadist yang
diriwayatkn oleh Abu Daud :
“Ketahuilah bahwa aku diberi kitab dan ada yang
serupa dengan Al-Qur’an.”
4.
Dasar
Ijma’
Semua umat Islam sepakat
untuk mengamalkan Sunah Nabi. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatab pernah
berjongkok di depan Hajar Aswad seraya berkata :“ Sungguh aku tahu bahwa
engkau (hajar aswad) hanyalah sebuah batu, seandainya aku tidak melihat
kekasihku (Rasulullah) menciummu dan mensalamimu pasti aku tidak akan mensalamimu
dan menciummu.”
Pernah
suatu ketika Ibnu Umar ditanya, sebagai mana yang diriwayatkan oleh Musnad
Ahmad, kenapa tidak ditemukan tentang ketentuan sholat bagi musyafir dalam
Qur’an, lalu beliau menjawab,”Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad kepada
kitayang sebelumnyakita tak tahu apa-apa. Kita melakukan perbuatan sebagaimana
beliau lakukan.”Dalam riwayat lain Ibnu Umar menambahkan,”Kita
sebelumnya dalam kesesatan kemudian Allah memberikan petunjuk kepada kita maka
dengan petunjuk itulah ita berpegang.”
Perkataan
Imam Syafi’i yang diungkap oleh As-Sya’roni dalam muqodimah Al-Mizanul Kubro,
semuanya memberi pengertian bahwasegala pendapat Ulama harus kita tinggalkan
jika berlawanan dengan suatu hadist yang shohih. Dan kita harus sadar, walaupun
Al-qur’an dan Hadist semuanya berasal dari Allah tapi kedudukan keduanya
berbeda.
Kedudukan Al-Qur’an sebagai dasar Tasyri’ yang pertama dan Hadist sebagai
dasar Tasyri’ yang kedua sesudahnya dengan alasan :
No
|
Al-Qur’an
|
Hadist
|
1
|
Kitabullah, lafazd dan maknanya berasal
dari Allah SWT
|
Walaupun ia juga merupakan wahyu, tetapi
perwujudannya oleh Nabi sendiri (manusia)
|
2
|
Sebagai hukum dasar
|
Sebagai pelaksanaannya, menerangkan atau
mendatangakan apa yang belum didatangkan Al-Qur’an
|
3
|
Diterima dengan jalan Qoth’i,
artinya yang diterima memang benar demikian
|
Diterima dengan jalan Dzonni(sangkaan),
keyakinan kita kepada hadist hanya secara global
|
4
|
Hadist sendiri
menyatakan bahwa kedudukannya adalah dibawah Al-Qur’an
|
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dan At-Tirmizi bahwa ketika Nabi mengutus Mu’adz bin Jaba’ untuk
menjadi hakim di Yaman beliau bertanya,” dengan apa engkau akan menetapkan
hukum?”Muadz menjawab,” Kitabullah”beliau berrtanya lagi,”Jika
tak kau dapati?”Mu’adz menjawab,”Sunah Rosulullah”, beliau bertanya
lagi,”Kalau disana pun tidak kau dapati?”Mu’adz menjawab,” Aku akan
berijtihad dengan akalku.
C.
Keingkaran terhadap Kehujjahan As-Sunah
1.
Pada Masa
Muttaqodimin
Sebagaimana yang
disebutkan Imam Syafi’i ,ini terjadi di Bashroh,yang merupakan markas kaum
Mu’tazilah. Mereka adalah orang-orangyang menentang para ahli hadist. Beberapa
alasan mereka adalah sebagia berikut :
a)
Mereka
meragukan kebenaran sanad. Hal ini disebabkan adanya perowi yang salah
atau ragu bahkan ada yang berdusta dan pembuat hadist palsu.
b)
Mereka
beranggapan bahwa Al-Qur’an telah mencakup menjelasan segala sesuatunya dengan
cukup. Dalam hal initerjadilah As-sunah bersifat dzonni tsubutnya( samar
ketetapan hukumnya), bertentangan dengan Al-Qur’an yang bersifat Qoth’i
tsubutnya( sudah pasti ketetapannya).
Ada pula kelompok yang menolak kuhujjahan Sunah,
yakni kaum Syi’ah dari kelompok Raflidoh. Karena keyakinan mereka bahwa
sesungguhnya kenabian adalah hak Ali r.a, dan jatuh ketangan Muhammad adalah
kekeliruan malaikat Jibril menyampaikannya. Untuk menjawab keingkaran yang
terjadi perlu disampaikan adalah Ulama tidak asal saja menerima riwayat. Mereka
melakukan penyaringan ketat terhadap perowi hadist baik dari segi keadilan
maupun ke-dhobithannya.
2.
Pada Masa
Mutaakhihirin( dewasa ini )
Diantara tokoh yang
menghidupkan kembali persoalan itu adalah Dr.Taufiq Shidqi. Dia menulis pada
majalah Al Manar edisi 7 dan 12 dengan judul “Islam huwa Al-Qur’an”. Di
dalamnya dipaparkan dasar untuk mengingkari sunah,yaitu :
a. Firman Allah dalam QS.An-An’am :38 dan QS.An-Nahl
:89
Menurutnya kedua ayat tersebut telah mencakup
segala sesuatu tentang agama, telah disampaikan hukum bahkan perinciannya. Dia
menambahkan, adalah mustahil kalau ada yang tercecer dalam Al-Qur’an sedang
Allah menjamin itu tidak akan terjadi.
b. Allah menjamin keselamatan Al-qur’an sebagaimana
yang terdapat Qs. Al-Hijr :9. Seandainya sunah merupakan hujjah dalam islam,
pasti difirmankan tentang penjagaan hadist.
c. Seandainya sunah merupakan Hujjah, tentu nabi akan
memerintahkan sahabat untuk menulisnya, dan mereka akan mengumpulkan dan
membukukannya. Sebagaiman tersebut QS.Al-Isro’ : 36
Al-An‘am :148
d. Riwayat dari nabi sendiri bahwa sunah bukalah
hujjah dalam islam, sabda nabi :
“Sesungguhnya hadist akan tersebar dariku, maka
apabila hadist itu mendatangkan sesuatu yang sesuai dengan Al-Qur’an berarti
dia benar dariku, akan tetapi apabila itu membawa sesuatu yang membawa sesuatu
yang bertentangan dengan Al-Qur’an, maka itu bukan dari aku.”
e. Sesuatu yang baru yang belum pernah disampaikan
Al-qur’an, berarti bertentangan dengan Al-Qur’an dan tidak bisa menjadi hujjah.
Jika apa yang disampaikan dalam hadist sudah ada dalam Al-qur’an, untuk apa
mengambil hadist dan tidak mengambil langsung dari Al-Qur’an.
D.
Jawaban Terhadap Keingkaran Sunah
Terhadap dalil yang
disampaikan oleh para pengingkar dipembahasan sebelumnya dapat dierikan jawaban
sebagai berikut :
a)
Yang
terkandung dalam al-Qur’an itu sifatnya global dan pokok-pokok, hanya sebagian
yang diungkapkan secara jelas dan terperinci. Dan bagian penjelasan itulah yang
diserahkan kepada Rosulullah melalui hadistnya.
b)
Jaminan Allah
untuk menjaga Adz-Dzikr bukanlah berarti
hanya Al-Qur’an tetapi mencakup As-Sunah dan segenap syari’at dan ajaran yang
dibawa oleh Rosulullah SAW. Hal ini dapat dibuktikan dalam QS.An-Nahl :43 yang
berbunyi :
c)
Semuanya
bukanlah bermaksud untuk memalsukan hadist, tetapi menurut Muhammad Abu Zahwin
adalah karena ‘uzur yang memaksa atau ijtihad mereka disebabkan ada perubahan
dalam masyarakat.
d)
Tidak benar
ketika disebutkan para ulama pada abad kedua menilai keshohihan hadist hanya
dari segi matannya. Mereka menyaring hadist dan membuat ketentuan dalam
prosesnya dari segi matan dan sanadnya.
e)
Tindakan
mereka itu adalah tindakan kaum orientalis yang tidaklah benar. Mereka
melontarkan tuduhan itu karena terbawa oleh kebencian mereka terhadap islam dan
berusaha kuat untuk merobohkan islam.
E. FungsiHaditsTerhadap Al-Qur’an
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hokum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi Al-Qur’an tersebut.
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia, agar
Al-Qur’an ini dapat di pahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya. Oleh karena itu, fungsi hadits Rasul SAW sebagai penjelas Al-Qur’an tersebut bermacam-macam, yaitu :
1.
Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan
at-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam
Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.
2.
Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan
at-tafsir adalah bahwa kehadiran hadits berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadapayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat mujmal memberikan persyaratan atau batasan ayat-ayat
Al-Qur’an yang bersifat mutlak dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum. Diantara contoh tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal adalah perintah
mengerjakan shalat, puasa, zakat, di syariatkannya jual beli, nikah, qishas dan
sebagainya.Ayat-ayat Al-Qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai
cara mengerjakan, sebab-sebabnya, syarat-syarat, atau halangan-halangannya. Oleh karenaitu,melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.
3.
Bayan at-Tasyri’
Yang dimaksud dengan bayan
at-tasyri’ adalah mewujudkan suatu hokum atau ajaran-ajaran yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an, atau dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja.Hadits Rasul SAW
dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li, maupuntaqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hokum terhadap berbagai persoalan yang
muncul, yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang di ajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukan
bimbingan dan menjelaskan duduk persoalannya. Hadist-hadist rasul SAW yang
termasuk dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan syuf’ah, hokum merajam pezina wanita yang
masih perawan, dan hokum tentang hak waris bagi seorang anak.
4.
Bayan an-Nasakh
Dalam bayan jenis ini terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang
mengakui dan menerima fungsi hadits sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada juga yang menolaknya.
Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal
(membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahakan), dan taghyir
(mengubah).Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan bahasa,
sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat antara ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqaddimin.Menurut pendapat yang dapat di pegang dari ulama mutaqaddimin,
bahwa terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bias diamalkan lagi,
dansyari’ menurunkan ayat tersebut tidak di berlakukan untuk selama-lamanya.
Jadi, intinya ketentuan yang
dating kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hokum harus memenuhi syarat-syaratnya
yang ditentukan, teruta masyarat/ketentuan adanya naskh dan mansukh. Pada akhirnya, hadits sebagai ketentuan yang
dating kemudian dari pada Al-Qur’an dapat menghapus ketentuan dan isi kandung Al-Qur’an.Demikianmenurutpendapat para ulama yang
menganggapadanyabayan an-nasakh. Kelompok yang membolehkan adanya nasakh jenis ini adalah golongan mu’tazilah,
hanafiyah, dan madzhab Ibnu Hazm Al-Dhahiri.
Hanya sajamu’tazilah membatasi fungsi naskhinihanya berlaku untuk hadits-hadits yang
mutawatir.Sebab al-kitab itu nasakhnya diriwayatkan secara mutawatir. Sementara golongan hanafiyah yang dikenalagaklonggardalamhalnasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini, tidak mensyaratkan haditsnya mutawatir,
bahkan hadits masyhur (yang merupakanhaditsahad) pun juga bisa menasakh hukum sebagian ayat Al-Qur’an. Bahkan Ibnu Hazm sejalan dengan adanya naskh kitab dengan sunnah ini meskipun dengan hadit sahad. Ibnu Hazm memandang bahwa naskh termasuk bagian bayan
Al-Qur’an. Sementara yang menolak naskh jeni sini adalah imam Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya. Meskipun naskh tersebut dengan hadits yang
mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab zhahiriyah dan kelompok khawarij.
jazakallah khair,,, afwan kang ana mau nanya yang antum tulis ini ada daftar pustakanya nggak soalnya ana butuh ,,,,ana ada tugas tentang ini,,,, tlong ya
BalasHapusbayan al bast?
BalasHapus